Senin, 17 Februari 2014

Raungan Wanita Besi

terusik sebuah tangisan malam itu
dan aku bergeming, tak beranjak karna terpaku rintihan itu
mengiba, menangis keras, membuka hatiku
kini, aku mulai peduli
aku mulai merasakan kembali cerita lalu yang kini menghampirinya

perasaannya rekah seiring hal itu
mungkin ia dapat bangkit atau tersenyum, ketika bersama cinta kasihnya
tapi hal itu langka ia dapat
bukan terkekang, namun terbatas pada pasal-pasal lama
keras bila dirasakan, tapi ia sudah terbiasa
wanita besi nan kuat, dia meraung kencang malam itu

menangislah sayang, aku disisimu
aku tak akan enggan bila harus menghapus air matamu
teriaklah sayang, bersandarlah di bahuku
aku akan meredam emosimu

lepas penatmu, segala bebanmu
perihmu akan melebur seiring tangisanmu berhenti
lalu tertawalah, sambut bahagiamu saat mentari menjemput fajar, nanti






Rabu, 12 Februari 2014

Tiga Sahabat


              Teramat malang bila seseorang memerankan kehidupannya, terseok-seok selalu hari-harinya karna hanya dapat berpandang sampai hari esok saja. Itu karma yang terjadi dari kilafnya masa lampau. Temaramnya datang seiring senja lenyap, ia lukis dengan warna hitam langit itu. Terlalu terlena dengan tawa kemenangan sesaat, lalu jatuh dalam lubangnya sendiri. Penyair yang malang dengan masalah mulai datang 3 bulan lalu.
           Berbeda bila mendapat peran calon pemegang pentungan ini. Akan merasa hebat untuk saat ini, karna hatinya berbunga ketika mendapat panggilan berbentuk sepucuk kertas dalam bungkusan indah. Benar saja, dia akan segera berangkat menyingkap asanya, mulai menemukan jati diri yang ia cari, mulai menemukan pesan manis dari semilir angin, atau peluh yang terjatuh semasa ia berproses.
           Lain halnya dengan sang pendiri istana ini, dia risau mencari kertas hasil pencapaian yang tak kunjung ia dapat. Mungkin dahulu dia juga terlena seperti penyair itu. Masa fajarnya terlalu sering berhura dengan nikmatnya surga dunia hingga terlena dengan kewajiban yang harus dia kerjakan. Namun ia sedikit beruntung karna dia mampu memilih jalannya sendiri, tak seperti sang penyair bait yang tertahan karna jalannya ditentukan oleh pembesarnya.
           Pertemuan antar ketiga sosok teman ini menjadi hari yang haru. Di tengah persawahan ditemani semilir angin malam, mereka mulai berbicara, melantunkan apa yang tersimpan dalam lembutnya kalbu mereka. Berbagai kenyataan pahit tercurahkan disini, bahkan tentang persahabatan yang telah 7 tahun terbina ini. Benar saja, mungkin tak lama lagi mereka akan terpisah jauh karna perbedaan cara meraih mimpi mereka. Bukan akhir tapi permulaan dari sesuatu yang sudah dimulai, menemukan jati diri masing-masing dengan alur yang diciptakan sendiri.

Selasa, 04 Februari 2014

Kalbu Kosong

menyapa keheningan angan, menyuarakan teriakan dalam heningnya jiwa
mungkin cinta akan datang nanti, mungkin kasih akan menghampiri
itu jika ia tak terlambat

menyapu kegalauan, keinginan untuk mendekap menjadi kerinduan utama
berpadu dengan makna kosong yang dinanti, dan berharap akan terisi
jika ia bergegas kali ini

dan senja terlanjur tertutup langit hitam, seolah sinar padam
juga harapan dan inginnya tertinggal bersama senja itu
siapa yang salah? tetntu bukan cinta
memang waktu tak tepat datang, panah cinta yang salah sasaran

hanya memeluk erat bayang semu, memandangnya pergi, lalu usai
seolah tercabik bahkan terpukul jatuh menyisakan luka

kalbu itu batal terisi, kembali kosong, hampa dan sunyi mencekam
bahkan setelah dalam penantian, ia kembali menanti sesuatu yang tak pasti kapan datangnya
harinya penat, tapi ia tak pernah mengiba
mungkin nanti, esok atau lusa, ia akan dapatkan benih yang tumbuh menjadi cinta sejati