Kamis, 11 Desember 2014

Gubug Indah, Budak Istana



Kegelisahan terpancar di fajar yang mulai menebar senyumnya, Zion si anak agresif itu berburu buah untuk persembahannya sore nanti, melewati lebatnya hutan kenyataan yang sebenarnya tak berpihak bahkan hanya menyesatkan pandangannya. Ditemani semilir angin, ia mulai menggendong tenggoknya, alat yang akan ia gunakan untuk mengangkat hasil panen dari pembesarnya. Upahnya memang cukup besar, bahkan lebih jika hanya digunakan untuk kesehariannya serta sedikit menabungnya. Ada seorang yang sebaya dengannya melayangkan sebuah pertanyaan,
“hei.. kemana para penyayangmu? Kenapa kau hidup di bawah tekanan ini? Kamu orang yang ulet, cerdas, kenapa hanya menjadi budak di kerajaan pemilik buah itu? Kau hanya diperas”
Ia menjawab, “panggil aku Zion, aku disini karna aku mencoba. Hal yang tak kutemukan di dalam realita keseharian gubugku”
“Oia, kau bisa panggil aku Yeza. Mengapa begitu? Apa kau tak bersyukur dengan apa yang mereka hidangkan untukmu setiap pagi, siang, malam? Apa yang masih kurang dari mereka?”
“Tak kurang, aku bukan orang tak mampu bersyukur dengan hidangan itu. Kasih sayang itu ada, amat banyak kudapatkan seperti mendapat berkah hujan dari langit.” Jawab Zion
“Lalu apa yang membuatmu lari ke kerajaan dusta ini? Semua telah mampu melegakan rasa haus dan mengenyangkan laparmu, bahkan mampu mengangkatmu dalam kenyataan yang indah?” tanya Yeza
“Apa sebatas untuk mengenyangkan, diri ini harus berpijak dengan hukum yang tertata seperti memenjara raga juga hati dan fikiran? Kau tak mengerti, Yesa! Aku seperti orang yang harus membuat jadwal untuk bertemu pembesarku, dia terlalu sering melompat-lompat dan berdiam diri dengan kertas-kertasnya”

BuncAzca @ Baron Beach Yk