Minggu, 10 Januari 2016

Pencerca Nurani



Semua indah, tak tampak hitam atau warna kelabu yang menghiasi langit. Hati tampak putih, akal pun menjadi saksi sebuah cerita. Ada nurani dalam sebuah cerita, menuntun jiwa dalam menentukan langkah. Setiap kata pun menjadi ikrar, bahwa cerita akan berjalan sesuai alur. Setiap senyum dan tangis menjadi coretan perjalanan kehidupan. Inilah alur yang menjadi dambaan.

Apalah daya kala penerka menghampiri dengan busa di mulutnya. Hati kelam penuh kebencian menyerukan berita yang menusuk jiwa. Pencerca hanyalah satu atau dua, namun merusak alur yang telah berjalan. Nurani berlalu, kalbu tertutup. Hanya cerita lama yang tersisa, penerka bangga, pencerca tertawa atas sifat kedengkiannya.

Nurani terkunci keributan isi kepalanya. Sering kali ia terkapar dalam lamunan tentang sisa cerita yang diusaikan. Kerinduaan akan kebersamaan menjadikan jiwa semakin tersiksa. Pikiran rusak dan kacau, seakan tak akan ada harapan untuk cerita lama itu bersemi. Berbagai alasan tak membuat segalanya berubah, malah membuat derita semakin nyata.

Sampai disini, pengakuan palsu menjadi hal yang dibenarkan. Alih-alih mendapat sanjungan menjadikan kedengkian dirasa patut.  Menerka lalu mencerca serta menyebar kebencian, lalu menghitamkan Nurani. Menjadikan kehidupan penuh prasangka buruk dan derita


Tidak ada komentar:

Posting Komentar