Semua indah, tak
tampak hitam atau warna kelabu yang menghiasi langit. Hati tampak putih, akal
pun menjadi saksi sebuah cerita. Ada nurani dalam sebuah cerita, menuntun jiwa
dalam menentukan langkah. Setiap kata pun menjadi ikrar, bahwa cerita akan berjalan
sesuai alur. Setiap senyum dan tangis menjadi coretan perjalanan kehidupan.
Inilah alur yang menjadi dambaan.
Apalah daya kala
penerka menghampiri dengan busa di mulutnya. Hati kelam penuh kebencian
menyerukan berita yang menusuk jiwa. Pencerca hanyalah satu atau dua, namun
merusak alur yang telah berjalan. Nurani berlalu, kalbu tertutup. Hanya cerita
lama yang tersisa, penerka bangga, pencerca tertawa atas sifat kedengkiannya.
Nurani terkunci
keributan isi kepalanya. Sering kali ia terkapar dalam lamunan tentang sisa
cerita yang diusaikan. Kerinduaan akan kebersamaan menjadikan jiwa semakin
tersiksa. Pikiran rusak dan kacau, seakan tak akan ada harapan untuk cerita
lama itu bersemi. Berbagai alasan tak membuat segalanya berubah, malah membuat
derita semakin nyata.
Sampai disini,
pengakuan palsu menjadi hal yang dibenarkan. Alih-alih mendapat sanjungan
menjadikan kedengkian dirasa patut.
Menerka lalu mencerca serta menyebar kebencian, lalu menghitamkan
Nurani. Menjadikan kehidupan penuh prasangka buruk dan derita