Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Oktober 2019

Tidak Ada Kata "TERLALU DINI BAPER" Untuk Sebuah Ketulusan!

Sebentuk muara kasih hadir dalam putaran waktu. Hal itu menguat dan mengguyur hati yang temaram dan muram karena cerita usang yang menelisik dan berisik dipikiran. Ada banyak rasa yang tidak dapat diterjemahkan dalam bahasa, namun dapat dipahami dengan emosional. Semakin diri memaksa menjelaskan, semakin pikiran dibuat bimbang. Hari ini menjumpai sebuah kata sapaan yang membangkitkan jiwa. Ia menyapaku dengan sederhana namun membawa bahagia. Aku pikir ini mimpi, hanya saja terlalu indah dan sangat disayangkan bila sebatas itu saja. Dia adalah sosok yang pernah mewarnai hariku beberapa tahun lalu. Indah bukan main, hanya saja segala cerita telah berlalu, hilang dan tidak akan dijumpa dalam suasana yang sama.

Bicara tentang cinta, sebuah perasaan yang tulus memang tidak akan lekang meskipun terhempas oleh waktu atau bahkan jarak sekalipun. Bicara tentang rasa, tidak akan ada yang lebih memahaminya selain dirimu sendiri. Mungkin orang lain melihat itu sebagai sesuatu yang berlebihan, tapi tidak untukmu. Kamu bahagia, artinya kamu menikmati rasa dan cinta yang terbentuk dalam diri, hati dan pikiranmu. Dan sejauh apapun dirimu melangkah, semua akan kembali pada cinta yang telah melekat pada jiwamu. Seperti hari ini, dia kembali menyapa dengan menghadirkan keindahan lama. Cinta memang begitu. Dia akan hadir entah dengan cara apapun, dengan waktu yang entah kapan, serta dengan siapapun orangnya termasuk mantan.

Aku kembali menghiasi pikiranku dengan nostalgia masa remaja ketika bersamanya. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan membuatku semakin mendalami makna keindahan yang dirindukan. Dan dari sapaan itu kami saling bercerita tentang kehidupan baru. Kau tau? tidak ada yang lebih seru dari membahas pengalaman bersama orang spesial. Dan hari ini, malam ini, aku tergugah untuk mengajak diriku kembali bahagia dengan beberapa tujuan-tujuan istimewa, termasuk memilikimu kembali, sang pujaan yang sempat berlalu. Tidak ada kata terlalu dini baper, jika hatimu berkata "ya" maka lakukanlah dengan segera, karena tidak semua hal dapat dijelaskan secara rasional.

Andika BuncAzca - Pantai Wediombo, 2019


Minggu, 10 Januari 2016

Pencerca Nurani



Semua indah, tak tampak hitam atau warna kelabu yang menghiasi langit. Hati tampak putih, akal pun menjadi saksi sebuah cerita. Ada nurani dalam sebuah cerita, menuntun jiwa dalam menentukan langkah. Setiap kata pun menjadi ikrar, bahwa cerita akan berjalan sesuai alur. Setiap senyum dan tangis menjadi coretan perjalanan kehidupan. Inilah alur yang menjadi dambaan.

Apalah daya kala penerka menghampiri dengan busa di mulutnya. Hati kelam penuh kebencian menyerukan berita yang menusuk jiwa. Pencerca hanyalah satu atau dua, namun merusak alur yang telah berjalan. Nurani berlalu, kalbu tertutup. Hanya cerita lama yang tersisa, penerka bangga, pencerca tertawa atas sifat kedengkiannya.

Nurani terkunci keributan isi kepalanya. Sering kali ia terkapar dalam lamunan tentang sisa cerita yang diusaikan. Kerinduaan akan kebersamaan menjadikan jiwa semakin tersiksa. Pikiran rusak dan kacau, seakan tak akan ada harapan untuk cerita lama itu bersemi. Berbagai alasan tak membuat segalanya berubah, malah membuat derita semakin nyata.

Sampai disini, pengakuan palsu menjadi hal yang dibenarkan. Alih-alih mendapat sanjungan menjadikan kedengkian dirasa patut.  Menerka lalu mencerca serta menyebar kebencian, lalu menghitamkan Nurani. Menjadikan kehidupan penuh prasangka buruk dan derita


Selasa, 01 Desember 2015

Tentang Sebuah Jarak



Khayalan malam menyita seluruh pikiran, dimana tawa serta bayang senyumnya mengikat lamunanku. Hati makin teriris kala parasnya semakin mengisi otakku. Hanya saja aku tetap mengikuti bayang itu lalu membiarkan ia mengendalikanku. Ia menampakkan cerita lama yang indah, namun menyakitkan bila diingat. Tapi biarlah, aku menikmati semuanya.

Aku merasa tubuhnya berada di ruangan ini, lalu berbisik dengan lembut dan mengajakku bernostalgia dengan seluruh kenangan manis. Aku kembali menikmati perihnya penyesalan akan waktu. Dan hal yang aku benci adalah aku telah membiarkan ia berlalu dari pandanganku.

Aku rasa hatinya akan tetap sama. Tapi sampai kapan? Apakah ia tetap terjaga meski sebuah jarak menjadi rintangan utama? Lalu keheningan malam membawaku dalam imaji setan. Membuat banyak bayangan tentang berbagai kemungkinan. Aku sempat terbawa, aku sempat mempercayainya. Hanya sesaat aku tenggelam, namun itu menyesatkan pikiranku. Seperti inilah cerita dalam sebuah jarak.

Kamis, 12 November 2015

Suasana Baru di Istana Ilmu



Khayalan malam menyita seluruh pikiran, dimana tawa serta bayang senyumnya mengikat lamunanku. Hati makin teriris kala parasnya semakin mengisi otakku. Hanya saja aku tetap mengikuti bayang itu lalu membiarkan ia mengendalikanku. Ia menampakkan cerita lama yang indah, namun menyakitkan bila diingat. Tapi biarlah, aku menikmati semuanya.

Aku merasa tubuhnya berada di ruangan ini, lalu berbisik dengan lembut dan mengajakku bernostalgia dengan seluruh kenangan manis. Aku kembali menikmati perihnya penyesalan akan waktu. Dan hal yang aku benci adalah aku telah membiarkan ia berlalu dari pandanganku.

Aku rasa hatinya akan tetap sama. Tapi sampai kapan? Apakah ia tetap terjaga meski sebuah jarak menjadi rintangan utama? Lalu keheningan malam membawaku dalam imaji setan. Membuat banyak bayangan tentang berbagai kemungkinan. Aku sempat terbawa, aku sempat mempercayainya. Hanya sesaat aku tenggelam, namun itu menyesatkan pikiranku. Seperti inilah cerita dalam sebuah jarak.

Jumat, 20 Maret 2015

Pemikiran Positif



Tertulis sebuah cerita:
Serontak parasnya meredup, bak bunga lili yang layu pada kelopaknya. Sepertinya ia berharap pada suatu hal untuk datang dan berjalan ke arah inginnya, namun hal yang terjadi tidak secerah apa yang diharapkan. Ia menyempatkan diri memasuki pikiran sempit akan kelamnya jalur ingin yang diciptakan kepalanya, membuatnya semakin mencoba menyembunyikan paras cerahnya. Rinai air mata terhias dalam wajah murung dan mencoba menutupi indahnya.

Ia, pemikiran sempitnya masuk lalu menguasai suasana hati, menjauhkan ia dari rasa semangatnya untuk bangkit. Ia selalu menelusuri hatinya, dengan cerita kekecewaan yang telah dilalui, menjadikan ia acuh pada cerita kegembiraan yang pernah ada. Ya, setitik noda di tengah kertas putih memang lebih menyita pandangan agar terfokus kepadanya dan meninggalkan sisi bersih lainnya. Seperti itulah, teramat sering disebut manusiawi.

Menurutnya cerita hidup mulai beranjak tak mudah semenjak ini. Lalu mulai membanding-bandingkan dengan cerita manusia yang menurutnya lebih beruntung dari dirinya. Dan detik itu, ia mulai merasa tak berguna. Pemikirannya mulai terkunci agar solusi tak menghampirinya. Lalu, seolah dunia berhenti menegakkan ia berdiri. Saat itulah, pemikiran tidak logis berhasil menguasai diri sepenuhnya. 
 
Kesimpulan:
Hal yang tidak pernah disadari: bagaimana menikmati apa yang telah tersedia dengan baik; mengolah cerita masam menjadi pelajaran berharga dalam kehidupan; mengambil celah dari sempitnya sebuah pilihan; bersyukur ketika memperoleh hal kecil, dsb. Hal itu contoh kecil dari hal yang tak pernah disadari dalam kehidupan, yang teramat sering tertutup dari pikiran ketika sedang dalam masa terpuruk. Berfikir positif, masalah beratmu tentu terdapat jalan keluar. Dan alangkah baiknya tidak memperbesar masalah yang sebenarnya kecil, karena hanya membuang waktu. Berfikir bisa, maka kamu akan bisa; berfikir sukses, maka sukses akan menghampirimu.

Minggu, 22 Februari 2015

Istimewa Pada Waktunya, Tidak Untuk Diulang


Apa kau bercahaya? Apa kau bersinar? Segala kilau darimu indah bukan main. Setiap kau menelusur, ada sorotan kagum yang luar biasa dan tiada hentinya. Lalu, apa lagi? Disana, cerita dosa tersimpan, dibalik tawa rekahan bibir manis merah jambu. Aku menyebutnya hal yang paling aku benci, bahkan aku sempat mencacinya dengan kata kotor sembari bersungut-sungut.

Tentu kau ingat, kala kau merintih manja di dada yang kini terluka tertancap belati cinta. Apa telah lupa? Atau telah disengaja? Entahlah. Hanya saja, aku tak sebodoh itu, tak akan menuruti alur yang sama untuk kembali terjebak dalam cerita silam, menjilat kembali pahitnya kisah sempurna yang berubah menjadi kisah tak sempurna. Aku tau, aku siapa – kamu siapa. Cerita lama yang tak akan pernah sama di hari ini.
Lalu, apa yang membuatmu menengok? Membuatmu kembali meronta, memelas pada hati yang pernah kau sayat? Mungkinkah tersadar, atau sekedar bernostalgia semata? Entahlah. Hati memang tak akan mampu terbaca, apa yang dipikirkannya tak akan pernah tergambar nyata dalam kepalaku. Dan kali ini, aku menolak meraih tanganmu kembali.

Selasa, 10 Februari 2015

Puncak Dalam Dilema

Sempat terdiam, tertahan disini
Haruskah kumemilih tuk mengakhiri?
Sempat terdiam, tersudut disini
Harus pergi ataukah bertahan lagi?

Malam ini tak seperti sebelumnya. Ada hal yang tak mampu kuucap untuk mendeklarasikan amarah. Ada hal yang mengunci dalam pikiran. Namun sepertinya tak selamanya begini. Aku harus melawannya, menerobos rasa sakit yang mendera, yang selama ini menganjurkanku untuk bertahan. Ya, sepertinya aku lelah dengan berbagai macam cerita pilu bersamanya.

Sebelumnya, aku merasa bahwa hatinya terbelah akan sebuah rasa lain. Hal itu juga berdampingan dengan perasaan yang tidak lagi menyamankan hati. Kehangatan tak lagi seperti sebelumnya. Rasa indah tak lagi tercipta dari kisah yang ada. Aku hanya mencoba tenang, mencoba untuk tidak peka dengan situasi ini. Mencoba mengelak dari segala gundah yang menghunjam pikiranku.

Selalu mengelak dari kebenaran, membuatku merasa letih dengan sendirinya. Hal ini semakin menyiksa. Ketika aku mencoba tidak peka, hal itu malah semakin menguasai pemikiranku. Aku mulai mencari-cari, tentang kebenaran, tentang apa yang ada di balik cerita ini. Perasaan kalut mulai mengubahku dari sebelumnya. Sepertinya segala sesuatu yang kutahan selama ini, membuatku tak mampu mengendalikan semuanya. Entah, mungkin aku hanya ingin tau, dan setelah tau, entah, apa, yang harus dan akan kulakukan. Tapi, mungkin, aku tak akan diam kali ini.
BuncAzca @ Sembungan Village

Rabu, 21 Januari 2015

Bungaku Sayang, Bermimpilah!


Bungaku takkan layu, karena sepenuh hati ku-bersimpuh untuk menatanya. Hanya ini yang mampu kupersembahkan dalam ranjang abadimu. Segala tawamu serta barisan kenangan masih tertata rapi di dalam perpustakaan otakku. Menghirup wangiannya, lalu kuserahkan segala cintaku yang melebur, lalu berpesan dengan khidmat, “Jagakan ia dalam tidur abadinya, Tuhan

Usai dari ranjang abadinya, aku berjalan pulang, berjalan sembari menata hatiku dan mencoba menyapu semua lembaran daftar mimpi yang telah terbakar habis. Kali ini aku belajar menjadi orang yang paling tangguh di dunia, terlebih ketika aku melihat sendiri kekasihku terbaring lemah tak berdaya, lalu raganya tertimpa tanah bumi ini, hingga semua tertutup rapi dan diatasnya tertaburi bunga mawar merah dan putih serta dikucuri air kelapa. Aku memanggilmu Tuhan, “mengapa tak peringatkan aku untuk lebih peduli?”. Aku berhenti dari langkahku, lalu terduduk dan menangis lepas. Lalu beberapa temanku datang kepadaku, mencoba membuatku tenang dan ikhlas dengan segala kenyataan. Aku bangun, lalu seakan seperti kuat kembali, namun ketika sampai di rumah, aku kembali tumbang ketika merasakan suasana yang berbeda. Aku terkapar, lalu menangis kembali dengan tersedu, hingga akhirnya aku terjaga bersama mimpi.

Ia menghampiriku dalam mimpi, lalu mengibaskan rambutnya di hadapanku, membelai tanganku dengan lembut sembari berkata, “Aku sayang kamu, Dika. Maaf jika aku terlebih dahulu terbang. Kamu akan bahagia meski tanpa aku”. Seolah aku tak mampu berucap apapun, bahkan bergerak pun tak mampu. Ia tersenyum manis kepadaku, lalu sinar putih menjemputnya, membawa ia berlalu dan hilang dari hadapanku. Aku tersentak lalu bangun dari lelap tidurku, lalu memanggil-manggil namanya. Mimpiku terasa nyata, seolah sebuah pesan untukku agar aku mampu bangkit dari sebuah keterpurukan sedihku. Aku melangkah menuju jendela kamar, melihat senja yang tak seperti biasanya, merasakan semilir angin yang tak seperti sedia kala. Ada yang hilang, ada yang musnah dari penglihatanku. Lalu mengambil sebuah foto dari dompetku, lalu berkata, “Yang aku maksud adalah kamu, kamu yang telah menghadap-Nya terlebih dahulu. Aku rindu hadirmu sayang..

BuncAzca @ Kukup Beach Yk

Kamis, 11 Desember 2014

Gubug Indah, Budak Istana



Kegelisahan terpancar di fajar yang mulai menebar senyumnya, Zion si anak agresif itu berburu buah untuk persembahannya sore nanti, melewati lebatnya hutan kenyataan yang sebenarnya tak berpihak bahkan hanya menyesatkan pandangannya. Ditemani semilir angin, ia mulai menggendong tenggoknya, alat yang akan ia gunakan untuk mengangkat hasil panen dari pembesarnya. Upahnya memang cukup besar, bahkan lebih jika hanya digunakan untuk kesehariannya serta sedikit menabungnya. Ada seorang yang sebaya dengannya melayangkan sebuah pertanyaan,
“hei.. kemana para penyayangmu? Kenapa kau hidup di bawah tekanan ini? Kamu orang yang ulet, cerdas, kenapa hanya menjadi budak di kerajaan pemilik buah itu? Kau hanya diperas”
Ia menjawab, “panggil aku Zion, aku disini karna aku mencoba. Hal yang tak kutemukan di dalam realita keseharian gubugku”
“Oia, kau bisa panggil aku Yeza. Mengapa begitu? Apa kau tak bersyukur dengan apa yang mereka hidangkan untukmu setiap pagi, siang, malam? Apa yang masih kurang dari mereka?”
“Tak kurang, aku bukan orang tak mampu bersyukur dengan hidangan itu. Kasih sayang itu ada, amat banyak kudapatkan seperti mendapat berkah hujan dari langit.” Jawab Zion
“Lalu apa yang membuatmu lari ke kerajaan dusta ini? Semua telah mampu melegakan rasa haus dan mengenyangkan laparmu, bahkan mampu mengangkatmu dalam kenyataan yang indah?” tanya Yeza
“Apa sebatas untuk mengenyangkan, diri ini harus berpijak dengan hukum yang tertata seperti memenjara raga juga hati dan fikiran? Kau tak mengerti, Yesa! Aku seperti orang yang harus membuat jadwal untuk bertemu pembesarku, dia terlalu sering melompat-lompat dan berdiam diri dengan kertas-kertasnya”

BuncAzca @ Baron Beach Yk

Selasa, 11 November 2014

Bertemu Untuk Melupakan

Beranjak dari pertemuanku dengannya di waktu itu, aku merayakan titik akhir perjuanganku, tertawa dengan segala sesalku, juga tersenyum dengan hampa alur pilihanku. Aku memandang barisan kata yang tertulis dalam lembaran yang kini terbakar, melihatnya seolah sebuah penyesalan. Aku memetik hasil dari cerita yang kurangkai setiap harinya, menikmati klimaks dari alur cerita yang kutulis dengan pena sandiwara. Aku terdiam, terdekap dalam selimut sunyi kamarku. Aku bernostalgia, aku merangkul erat bayangan serta senyuman yang kini menyiksa batinku. Mungkin aku hanya belum bisa menerima sebuah kenyataan,  mungkin juga karena aku masih memiliki mimpi untuknya. Barisan memori mengitari otakku, pigura serta gambar masa silam mengunci akal pikiranku agar selalu tertumpu padanya, agar bergeming dan selalu bergeming pada cerita nostalgia yang sama. Kupegang erat kepalaku, sekuat energiku berusaha melepaskan beban berat itu, aku mencoba untuk tidak letih, lalu berkata pada pikiran dan hatiku, aku tegar dan aku akan kuat meski hanya bersama malam. Aku persiapkan mentalku, aku persiapkan hatiku, dan esok aku akan datang untuk mereka, karena aku hebat dan mampu terbang dari barisan kenangan.

Beberapa bulan lalu aku masih mendekap cinta kasih itu, serta raganya masih menemani langkah dan menemani pikiranku setiap detiknya. Rasanya penuh untukku, cintanya tertuju dengan sekuat energi, dan wanita itu tangguh untuk menghadapi hal labil dari bodohnya pemikiran serta sikap dinginku. Kebahagiaan terasa utuh ketika aku disisinya, ketika ia begitu hebat dalam meredam amarahku, begitu cerdik memotong nafsu gilaku. Wanita seperti inilah yang mungkin akan menuntunku, dan seperti dialah yang akan menarikku menuju sisi jalur yang benar.

BuncAzca @ Baron Beach Yk

Rabu, 09 Juli 2014

Apa Kabar, Musisi?

Malam itu aku berdiam diri, dan aku menepikan diri dari sudut keramaian, bahkan juga dengan musik - musikku. Aku mulai berfikir, Apa arti dari sesuatu yang kuperjuangkan selama ini? Apa yang telah kudapat dari keterampilan ini? NOL! Begitu pikirku, bahkan beberapa sahabatku yang selalu berusaha menyadarkanku dari mimpi ini. Aku mulai berpikir dari pola mereka, dan aku mulai membenarkan semua saran dan ucapan petuah itu.

Mereka bilang, aku akan terus terdiam jika tetap bermimpi. Mereka bilang, aku akan tetap terlentang jika aku tak berusaha untuk bangun dari mimpi ini. Dan mereka bilang, aku akan selamanya terkurung dalam mimpi jika aku tak berusaha untuk memperjuangkan hal baru, tentunya bukan lewat musik, akan tetapi dengan hal yang lebih real.

Aku bagian dari mereka yang terjebak, dan aku tak meroda atau bergerak dari titik awalku. Semua tampak sama, semua tampak monoton dari tahun-tahun sebelumnya, dan aku kembali bertanya pada diriku sendiri; untuk apa karya sebanyak itu? Apa menghasilkan? TIDAK SAMA SEKALI!

Juga para orang yang mencemoohku, yang dulu sempat mendukung hal ini. Mereka bilang, Apa kabar wahai musisi? Bagaimana dengan karyamu? Rasanya sakit sekali. Bahkan aku tak dapat merangkai kata untuk menjawab segala kegagalanku ini. Dan tawa mereka menjadi belati untukku, rasanya cemooh itu seperti mencabikku.

BuncAzca @ Baron Beach, Yk

Jumat, 23 Mei 2014

Arti "Tak Perlu Sempurna"


BAGIAN 1

Binar cahaya mulai merengkuh hatinya ketika tawa rekan sejolinya menghiasi tutur kata dan membuahkan canda serta tawa untuk penghias nyanyian malamnya. Laki-laki itu menyepak segala gundahnya juga mulai memantapkan hatinya untuk sebuah kepastian masa mendatang. “It’s Not a good bye. Kita jelang hari lagi, berperang untuk pencapaian, lagi, di suatu hari nanti” begitu gumamnya dari sunyi dan pekatnya sebuah lorong kalbu. Segala tawanya pecah dan lepas, membuktikan bahwa ia benar-benar mengabdikan diri secara total untuk melagukan perpisahan malam ini. Memang, ini bukanlah sebuah persembahan atau ritual khusus, namun ini adalah acara kecil yang mungkin akan terasa lebih manis dari gula ketika dikenang di pikiran, ketika semangat padam, ketika sukses datang, ketika sedih juga senang, atau ketika merindu di hari yang akan ia jemput nantinya. Sejoli ini adalah penguat, dan tentu kata-katanya akan menjadi penawar segala beban yang sedang diderita, lalu menjadikan kata mutiara itu sebagai pacuan baru untuk langkahnya. Dengan dasar tersebut aku dapat menyimpulkan, mereka benar-benar dua sejoli yang benar-benar saling mencintai.

Cerita itu akan bermetamorfose, karena ketika sejoli berlalu, laki-laki itu akan menikmati kerasnya dunia dengan serpihan mimpi-mimpinya yang tentunya akan padam dan redup setelah acara ini usai. Dapat dikatakan, sejoli itu adalah separuh jiwanya, bahkan ia akan berkata YA jika mempunyai kesempatan untuk mendekap juga merengkuh orang itu agar tak berlalu dari kedipan matanya. Perpisahan ini haru, namun ia tak mencoba menonjolkannya, karna ia tahu, hal ini akan membuat sejolinya ragu tuk memacu langkahnya. Pikiran laki-laki itu bercampur aduk, antara harus tersenyum atau menangis untuk melepas jemari tangan sejolinya, demi suatu kebahagian sejolinya juga, mungkin juga untuknya di hari kemudian.

Ia mengunci erat air matanya, lalu membuka garasi senyumnya. Tampak disana ada sebuah tangis yang tertahan, juga sebuah kilau air mata yang bersinar di balik matanya. Pelukan hangat sejoli itu menjadi pemandangan menakjubkan, membuat malam itu lebih berharga dari malam-malam sebelumnya. “Aku akan merindukan tawa dan hadirmu. Aku akan merindukan sentuhan Jemarimu yang tak bisa kurasa seperti hari sebelumnya. Aku sayang kamu Eren..”. Kata-kata itu meleburkan hati wanita itu, dan ia menjawab dengan senyum yang disertai tumpahnya air mata, “Aku jaga benang kita, kita akan bersatu lagi, tunggu aku Rehan, Tunggu aku…”. Malam itu berlalu dengan cepat, dua sejoli ini pun mengakhiri pertemuan akhir ini. Menandakan akan berlalunya segala canda ini, akan tertundanya rasa ini, juga mulai menanamkan benih kerinduan mulai detik ini.


Rabu, 12 Februari 2014

Tiga Sahabat


              Teramat malang bila seseorang memerankan kehidupannya, terseok-seok selalu hari-harinya karna hanya dapat berpandang sampai hari esok saja. Itu karma yang terjadi dari kilafnya masa lampau. Temaramnya datang seiring senja lenyap, ia lukis dengan warna hitam langit itu. Terlalu terlena dengan tawa kemenangan sesaat, lalu jatuh dalam lubangnya sendiri. Penyair yang malang dengan masalah mulai datang 3 bulan lalu.
           Berbeda bila mendapat peran calon pemegang pentungan ini. Akan merasa hebat untuk saat ini, karna hatinya berbunga ketika mendapat panggilan berbentuk sepucuk kertas dalam bungkusan indah. Benar saja, dia akan segera berangkat menyingkap asanya, mulai menemukan jati diri yang ia cari, mulai menemukan pesan manis dari semilir angin, atau peluh yang terjatuh semasa ia berproses.
           Lain halnya dengan sang pendiri istana ini, dia risau mencari kertas hasil pencapaian yang tak kunjung ia dapat. Mungkin dahulu dia juga terlena seperti penyair itu. Masa fajarnya terlalu sering berhura dengan nikmatnya surga dunia hingga terlena dengan kewajiban yang harus dia kerjakan. Namun ia sedikit beruntung karna dia mampu memilih jalannya sendiri, tak seperti sang penyair bait yang tertahan karna jalannya ditentukan oleh pembesarnya.
           Pertemuan antar ketiga sosok teman ini menjadi hari yang haru. Di tengah persawahan ditemani semilir angin malam, mereka mulai berbicara, melantunkan apa yang tersimpan dalam lembutnya kalbu mereka. Berbagai kenyataan pahit tercurahkan disini, bahkan tentang persahabatan yang telah 7 tahun terbina ini. Benar saja, mungkin tak lama lagi mereka akan terpisah jauh karna perbedaan cara meraih mimpi mereka. Bukan akhir tapi permulaan dari sesuatu yang sudah dimulai, menemukan jati diri masing-masing dengan alur yang diciptakan sendiri.