BAGIAN 1
Binar cahaya mulai merengkuh hatinya ketika tawa rekan
sejolinya menghiasi tutur kata dan membuahkan canda serta tawa untuk penghias nyanyian
malamnya. Laki-laki itu menyepak segala gundahnya juga mulai memantapkan
hatinya untuk sebuah kepastian masa mendatang. “It’s Not a good bye. Kita jelang hari lagi, berperang untuk pencapaian,
lagi, di suatu hari nanti” begitu gumamnya dari sunyi dan pekatnya sebuah lorong
kalbu. Segala tawanya pecah dan lepas, membuktikan bahwa ia benar-benar
mengabdikan diri secara total untuk melagukan perpisahan malam ini. Memang, ini
bukanlah sebuah persembahan atau ritual khusus, namun ini adalah acara kecil
yang mungkin akan terasa lebih manis dari gula ketika dikenang di pikiran,
ketika semangat padam, ketika sukses datang, ketika sedih juga senang, atau
ketika merindu di hari yang akan ia jemput nantinya. Sejoli ini adalah penguat,
dan tentu kata-katanya akan menjadi penawar segala beban yang sedang diderita,
lalu menjadikan kata mutiara itu sebagai pacuan baru untuk langkahnya. Dengan
dasar tersebut aku dapat menyimpulkan, mereka benar-benar dua sejoli yang
benar-benar saling mencintai.
Cerita itu akan bermetamorfose, karena ketika sejoli berlalu,
laki-laki itu akan menikmati kerasnya dunia dengan serpihan mimpi-mimpinya yang
tentunya akan padam dan redup setelah acara ini usai. Dapat dikatakan, sejoli itu
adalah separuh jiwanya, bahkan ia akan berkata YA jika mempunyai kesempatan
untuk mendekap juga merengkuh orang itu agar tak berlalu dari kedipan matanya.
Perpisahan ini haru, namun ia tak mencoba menonjolkannya, karna ia tahu, hal
ini akan membuat sejolinya ragu tuk memacu langkahnya. Pikiran laki-laki itu
bercampur aduk, antara harus tersenyum atau menangis untuk melepas jemari
tangan sejolinya, demi suatu kebahagian sejolinya juga, mungkin juga untuknya
di hari kemudian.
Ia mengunci erat air matanya, lalu membuka garasi
senyumnya. Tampak disana ada sebuah tangis yang tertahan, juga sebuah kilau air
mata yang bersinar di balik matanya. Pelukan hangat sejoli itu menjadi
pemandangan menakjubkan, membuat malam itu lebih berharga dari malam-malam
sebelumnya. “Aku akan merindukan tawa dan
hadirmu. Aku akan merindukan sentuhan Jemarimu yang tak bisa kurasa seperti
hari sebelumnya. Aku sayang kamu Eren..”. Kata-kata itu meleburkan hati
wanita itu, dan ia menjawab dengan senyum yang disertai tumpahnya air mata, “Aku jaga benang kita, kita akan bersatu
lagi, tunggu aku Rehan, Tunggu aku…”. Malam itu berlalu dengan cepat, dua
sejoli ini pun mengakhiri pertemuan akhir ini. Menandakan akan berlalunya segala
canda ini, akan tertundanya rasa ini, juga mulai menanamkan benih kerinduan
mulai detik ini.
BAGIAN
2
Waktu berlalu, 5 tahun sudah terlewati. Namun Eren sudah
berbeda, ia telah menyepak jauh rasa hatinya yang dulu. Dan ia kembali menginjak
pulau ini, kembali ke kampung tercintanya dimana Rehan berada dan setia
menunggunya. Eren sudah berbeda, dan hatinya telah digadaikan kepada pria lain
di kota yang ia jejaki. Janji hanya tinggal janji, kenangan hanya tinggal
kenangan, semua ucapan yang dahulu sudah tidak lagi tergenggam di memori Eren.
Eren seolah menendang keras harapan Rehan yang telah lama
bertahan untuknya. Dan wanita ini mulai berlaku kejam kala kilau harta
menyoroti matanya, membaluti tubuhnya, bahkan pikirannya. Hatinya sudah buta
ketika digelontori kenikmatan dunia, dan ia rela menjual harga diri serta
cintanya demi kesejahteraan serta kemakmurannya di dunia yang fana ini. Eren
membuat orang tuanya bangga atas pencapaian ini, bahkan menyanjungnya seperti
ratu. Dan Ayah dan Ibunya tak tau apa yang dilakukan oleh anaknya ketika hidup jauh
dari pandangan mereka.
Hari itu Eren bertemu dengan Rehan, tampak sekali
pandangan hitam tertuju untuk Laki-laki ini. Eren mulai membandingkan Rehan
dengan cinta barunya, terutama tentang penampilan, juga tabungan hartanya. Mata
Eren mengelak dari pandangan Rehan, seolah memperlihatkan angkuhnya dan
membanggakan diri karena mendapatkan sesuatu yang lebih dari Laki-laki yang bernama Rehan ini.
Harinya tak lama, Eren segera bergegas kembali ke perantauannya
untuk mencapai tujuan utamanya. Visi dan Misi barunya sudah jelas, yaitu
mengubah kedudukan dan derajat ia dan keluarganya agar naik level, atau harapan
lebihnya agar bisa menjadi yang tersohor dan dipuja. Lalu ia meninggalkan
kampung ini dengan bangga, dan tegap langkah menatap ke depan.
BAGIAN
3
Bukan hal yang mudah ketika mendapati dambatan hati
berlalu dan bersikap tak acuh dengan diri ini. Rehan tertunduk, dan didalam
kekecewaannya, ia masih berharap untuk sepercik keajaiban akan datang dan
mengembalikan Eren ke pelukannya. Namun hal itu hanya angan yang selamanya
menjadi angan. Eren telah berlalu, dan mimpinya mulai usang, juga benangnya telah
putus, dan Rehan mulai tampak lesu, dengan usahanya merangkai serpihan kalbu
yang rontok dan pecah menjadi bulir-bulir putus asa.
Harinya dihabiskan untuk merenungi kepergian seorang
wanita tercintanya, dan waktunya dihabiskan untuk menambal kebocoran relung hatinya
yang saat ini menjadi amat ringkih. Dan dalam diamnya, ia masih mengepal dan
bertekad, Eren akan datang lagi dengan segenap cinta, dan menyadari utuhnya
rasa yang tertuju dari hati Rehan yang paling dalam, khusus untuk Eren.
Rehan berjanji, ia akan disini, ia akan tetap bergeming,
dan rela menunggu untuk waktu lebih lama lagi. Dan harapannya tidak pupus
begitu saja. Ia akan mengambil sedikit resiko untuk hatinya. Dan apapun yang
terjadi nanti, setidaknya ia pernah berjuang untuk sebuah perasaan yang murni
dan tulus apa adanya.
BAGIAN
4
Di perantauan ini, Eren se-Istana dengan pujaannya,
membuat pertemuan dan kontak fisik lebih sering dilakukan. Sebut saja pujaannya
itu Kahlil. Hampir setiap malam ia melayani birahi lelaki itu, demi apa?
Awalnya hanya untuk biaya ia melanjutkan biaya Study nya, namun semua berubah
ketika kenikmatan raga dan dunia mulai membalut pikirannya, dimana ia dengan
mudah mendapatkan sesuatu yang ia inginkan hanya dengan berbaring dan menikmati
suasana yang ada saja. Dan di masa itulah desahan kata AH yang terdengar menjadi harga yang mahal, bahkan bisa dibilang
amat sangat berharga. Terlepas dari hal itu, esensi dari kenikmatan itu
membuatnya berani mengambil resiko, toh ini hanya dilakukan dengan orang yang
sama, begitu pikir Eren.
Hari berlalu, Bulan berganti dan Tahun bergulir jauh. Kahlil
mulai merasakan jenuh dengan jamuan yang sama, bak makan dengan tahu yang
rasanya sama terus-menerus. Kahlil mulai tak seperti biasanya, ia jarang
memakai wanita itu lagi. Dan hiasan yang membalut Eren serta keindahan tubuhnya
mulai tak berarti lagi di mata Kahlil. Sejak saat itulah, suasana mulai tidak
menyenangkan untuk Eren, perlakuan semena-mena mulai tertuju untuknya. Bahkan
bukan hati, namun fisik juga terkena imbas dari kebosanan ini.
Eren hengkang dari istana itu, meski kala itu ia tengah
berbadan dua. Dan sebuah pertanggung jawaban tak ia dapatkan dari si Tuan
Birahi itu. Dengan amat terpaksa Eren menggugurkan kandungan itu agar ia tak
menanggung malu atas perbuatannya ini. Eren mulai terlantar semenjak itu, ia tinggal
di sebuah Kos di sisi keramaian kota ini. Tentu penyesalannya amat dalam, dan
mahkota kesuciannya tak akan ia peroleh untuk kedua kali. Dua bulan di tempat
ini membuatnya semakin terpuruk dan semakin terluka. Lalu ia memutuskan untuk
kembali ke kampung halamannya, dan berharap keajaiban akan datang untuknya,
pangeran berkuda akan datang dan merengkuhnya tanpa memandang sisi kelam dan
gelapnya masa lalu yang pernah ia jalani semasa di perantauan.
BAGIAN
5
Kepulangan Eren menjadi kabar bahagia untuk orang-orang
di Kampung itu, namun entah untuk Rehan. Rehan hanya memandang wanita ini dari
kejauhan. Rehan diam, bimbang harus berbuat apa dan harus bersikap bagaimana.
Rehan kembali masuk ke dalam rumah dan lebih memilih untuk tidak bertemu dengan
wanita itu di waktu dekat-dekat ini.
Hari berganti, kali ini mungkin waktu sedang
menguntungkannya. Ia bertatap muka dengan Eren. Mereka terdiam… Saling
memandang.. selama 10 detik. Sapaan awal dari Rehan membuat suasana menjadi
lebur. Eren tak menjawab sapaan itu, namun langsung berlari dan memeluk Rehan. Kata-kata
dari mulut Eren mulai terdengar, layaknya penyanyi yang melagukan nyanyian
maaf. Penyesalan itu ia ungkapkan kepada Rehan, dan cerita kelamnya mulai ia
ceritakan. Rehan mendengar, Rehan melihat, tanpa berkomentar tentang hal ini.
Pikiran mencampur adukkan hal ini. Semua cerita dari Eren
seakan menguatkan Rehan untuk melupakan Eren, namun disisi lain cinta yang
menggebu membuat Rehan tak mampu beranjak meninggalkan Eren. “Aku maafin kamu, dan kita bisa jadi teman”
begitu kata Rehan. Kata-kata itu serontak menyadarkan Eren, bahwa kesalahanya
begitu besar, dan mungkin saja sudah membuat Rehan tidak mampu menerimanya
lagi.
Eren menangis dan berlari sekencang mungkin menjauhi
Rehan. Dan saat itu pula Rehan mengejar Eren, lalu mendekapnya dengar erat. Desir
angir yang beradu dengan pepohonan menambah suasana itu menjadi semakin haru. Bibir
Rehan mulai bergerak, lalu berucap dengan lirih, “Aku tau kekuranganmu, aku paham kekhilafanmu di masa itu. Tapi jika
Tuhan berkenan menyatukan kita, aku akan lengkapi kekurangan itu, aku akan
tutupi khilaf itu. Dan kita rangkai semua dari awal. Dan satu yang aku tekankan
ke kamu, bukan kesempurnaanmu melainkan kenyamanan akan hadirmu yang menjadi
alasanku untuk tetap bertahan menantikanmu”.
Eren menangis dengar keras, begitu juga Rehan yang tak
mampu menahan air matanya. Eren memeluk erat Rehan seakan tak ingin Rehan lepas
dari pelukannya. Dan hari itu menjadi saksi kembalinya cinta dan janji yang
sempat pudar. Esensinya adalah kejujuran lebih utama dan kesempurnaan adalah
nomor dua, karena tujuan dari cinta adalah saling melengkapi kekurangan agar
kekurangan itu berubah menjadi sebuah kesempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar